Mengapa TikTok Lebih Menarik daripada Pelajaran di Kelas? Refleksi untuk Guru dan Kurikulum

Mengapa TikTok Lebih Menarik daripada Pelajaran di Kelas? Refleksi untuk Guru dan Kurikulum

oleh Ahmad Arifin, S.Kom

Dalam beberapa tahun terakhir, tantangan terbesar dunia pendidikan bukan semata-mata terkait dengan penguasaan materi, melainkan bagaimana memastikan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa dapat berlangsung efektif. Para siswa yang kini didominasi oleh Generasi Z memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh di tengah gempuran teknologi digital, di mana informasi hadir begitu cepat, visual, interaktif, dan instan. Hal ini berimplikasi langsung pada cara mereka mempersepsi pembelajaran di sekolah.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran konvensional. Ketika materi disampaikan secara linear, monoton, dan minim interaksi, siswa cenderung mudah kehilangan fokus. Perhatian mereka lebih mudah dialihkan ke platform hiburan digital seperti TikTok, yang mampu menyita waktu dan energi mereka dengan daya tarik luar biasa. Pertanyaannya, apakah TikTok hanya sekadar hiburan, atau justru menyimpan “rahasia” pedagogis yang bisa diadaptasi ke ruang kelas?

Rahasia Daya Tarik TikTok

TikTok berhasil merebut perhatian generasi muda bukan tanpa alasan. Ada beberapa elemen penting yang bisa diidentifikasi, antara lain:

  1. Durasi singkat namun padat makna – konten TikTok umumnya berdurasi pendek, tetapi dikemas padat, jelas, dan langsung pada inti pesan.
  2. Visual yang kuat dan menarik – penggunaan musik, warna, teks, dan efek visual membangkitkan rasa penasaran sekaligus menjaga konsentrasi.
  3. Interaktivitas dan partisipasi – pengguna tidak hanya menonton, tetapi juga dapat meniru, berkreasi ulang, dan berkomentar.
  4. Algoritma personalisasi – TikTok menghadirkan konten sesuai minat pengguna, sehingga setiap individu merasa “ditemani” dengan tayangan yang relevan.

Jika ditarik dalam konteks pembelajaran, rahasia TikTok ini menegaskan bahwa generasi saat ini merespons lebih baik pada pembelajaran yang singkat, padat, visual, interaktif, dan relevan dengan kehidupan mereka.

Pembelajaran ala TikTok: Sebuah Inspirasi Metode

Pertanyaan berikutnya, mungkinkah guru menghadirkan “pembelajaran ala TikTok” di kelas? Bukan berarti guru harus menjadi content creator, melainkan mengambil prinsip di balik kesuksesan platform tersebut.

  • Segmentasi materi menjadi micro-learning: Materi pelajaran dibagi ke dalam potongan kecil yang singkat, mudah dipahami, dan langsung bermakna.
  • Pemanfaatan media visual: Infografis, video pendek, animasi, maupun simulasi lebih mudah menarik perhatian siswa dibandingkan teks panjang.
  • Membangun interaktivitas: Guru memberi ruang bagi siswa untuk berkreasi, berdiskusi, atau bahkan membuat ulang materi dengan gaya mereka sendiri.
  • Relevansi dengan dunia nyata: Siswa akan lebih termotivasi jika materi pembelajaran dikaitkan langsung dengan pengalaman dan masalah sehari-hari mereka.

Dengan demikian, pembelajaran dapat menghadirkan atmosfer yang lebih adaptif, menarik, dan menyenangkan, tanpa kehilangan esensi akademiknya.

Perlukah Modifikasi Kurikulum?

Pertanyaan yang patut direnungkan bersama adalah apakah perubahan metode saja cukup, ataukah memang perlu ada modifikasi dan pengembangan kurikulum dari pemerintah. Kurikulum pada dasarnya adalah pedoman, namun fleksibilitas implementasi menjadi kunci. Generasi Z menuntut kurikulum yang adaptif terhadap teknologi, kontekstual dengan kehidupan nyata, serta memfasilitasi pembelajaran kreatif dan kolaboratif.

Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali agar kurikulum tidak hanya menekankan pencapaian akademik, melainkan juga aspek literasi digital, kreativitas, serta keterampilan sosial-emosional yang lebih relevan dengan zaman.

Penutup

Fenomena siswa yang lebih tertarik pada TikTok dibandingkan pelajaran di kelas bukan sekadar persoalan kedisiplinan atau kurangnya motivasi belajar. Ada dimensi yang lebih dalam, yakni perubahan cara generasi ini berinteraksi dengan informasi. TikTok mengajarkan kita bahwa informasi yang singkat, visual, interaktif, dan relevan mampu mengikat perhatian dengan kuat.

Maka, pertanyaan yang seharusnya direnungkan para guru adalah: sudahkah metode pembelajaran kita cukup relevan dengan karakter generasi yang kita hadapi? Jika belum, inilah momentum untuk melakukan refleksi, inovasi, dan bahkan advokasi perubahan kurikulum agar pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membangun keterhubungan yang bermakna dengan dunia siswa.

AI: Musuh atau Sahabat Baru di Dunia Pendidikan?

AI: Musuh atau Sahabat Baru di Dunia Pendidikan?
Oleh Ahmad Arifin, S.Kom

Pernahkah Anda mendengar kalimat ini: “Waduh, jangan pakai AI, nanti guru digantikan robot!” atau “AI itu bikin siswa malas, semua tinggal copy-paste!”
Kalau iya, berarti Anda tidak sendirian. Banyak guru di berbagai sekolah, masih bingung, ragu, bahkan ada yang sampai menolak mentah-mentah kehadiran teknologi ini.

Tapi mari kita bertanya jujur pada diri sendiri: benarkah AI akan menggantikan peran guru? Ataukah justru AI bisa jadi sahabat setia kita di ruang kelas?

Dulu Takut Kalkulator, Sekarang Jadi Sahabat

Mari kita kilas balik sebentar. Dulu, ketika kalkulator pertama kali masuk ke sekolah, banyak guru menolak. Katanya, kalkulator bikin siswa malas berhitung manual. Tapi coba lihat sekarang: apakah kita bisa membayangkan ujian akuntansi atau pembukuan tanpa kalkulator?

Hal yang sama terjadi dengan komputer, internet, bahkan smartphone. Awalnya dicurigai, lama-lama jadi alat wajib. Nah, AI ini sebenarnya “versi terbaru dari kalkulator” — hanya saja lebih pintar, lebih cepat, dan tentu saja lebih serba bisa.

Pengalaman Nyata di Kelas: Dari Frustrasi ke Antusias

Izinkan saya berbagi sedikit pengalaman pribadi. Bertahun-tahun saya mengajar mata pelajaran pemrograman di jurusan RPL. Terus terang, banyak siswa frustrasi ketika saya memaksa mereka memahami dan menguasai satu bahasa pemrograman. Dari ratusan siswa yang pernah saya ajar, hanya satu yang benar-benar berhasil: ia mampu menciptakan aplikasi bel sekolah digital.

Namun, sejak saya mengenal AI dan mulai menerapkannya di kelas, suasananya berubah total. Saat praktik membangun aplikasi dengan bantuan AI, siswa-siswi RPL justru terlihat sangat bersemangat. Mereka antusias, bertanya, mencoba, bahkan bereksperimen dengan berbagai ide.

Apakah mereka dibantu secara ajaib oleh AI? Tentu tidak. AI tidak tiba-tiba menuliskan aplikasi jadi. Justru AI membantu mereka memahami proses: menjelaskan mengapa barisan kode salah, bagaimana cara memperbaikinya, dan memberikan alternatif solusi. Dengan kata lain, ada proses belajar yang nyata di sana.

Kalau boleh saya analogikan: siswa adalah arsitek yang merancang dan mendesain bangunan aplikasi, sementara AI berperan sebagai pekerja lapangan—mulai dari kuli bangunan, tukang, hingga pelaksana. Siswa tetap memimpin proyek, menentukan arah, dan membuat desain. AI membantu merealisasikan rancangan itu dengan lebih cepat dan efisien.

Kesimpulannya jelas: dengan adanya AI, siswa tidak lagi dipusingkan oleh detail teknis pemrograman yang sering membuat mereka patah semangat. Sebaliknya, mereka bisa fokus pada hal yang lebih penting—kreativitas, inovasi, dan bagaimana membangun aplikasi yang bermanfaat. Bahkan, beberapa ide siswa bisa berpotensi menjadi cikal bakal sebuah startup.

Mengapa Guru Harus Melek AI?

Pertanyaan ini penting. Kalau AI sudah masuk ke kurikulum nasional dari TK hingga SMA, lalu guru masih enggan belajar, siapa yang akan memandu siswa? Apakah kita rela murid-murid kita belajar AI dari YouTube tanpa arahan, sementara gurunya sibuk berkata “AI itu haram”?

Bayangkan kalau seorang siswa SMK sudah bisa membuat aplikasi sederhana dengan bantuan AI, sedangkan gurunya bahkan belum tahu cara login ke ChatGPT. Siapa yang lebih siap menghadapi dunia kerja masa depan?

Mitos vs Fakta AI di Dunia Pendidikan

Mari kita luruskan beberapa anggapan yang sering beredar:

  • Mitos: AI akan menggantikan guru.
    Fakta: AI hanya alat bantu. Guru tetap menjadi pusat pendidikan, terutama dalam menanamkan nilai, etika, dan karakter.
  • Mitos: AI bikin siswa malas.
    Fakta: Kalau diarahkan dengan benar, AI justru membantu siswa berpikir kritis dan kreatif. Sama seperti Google—bukan salah Googlenya kalau siswa hanya copy-paste, tapi bagaimana kita membimbing penggunaannya.
  • Mitos: AI itu berbahaya dan haram.
    Fakta: Yang berbahaya bukan AI-nya, tapi ketidaktahuan kita dalam menggunakannya. Seperti pisau dapur: bisa untuk memasak, bisa juga untuk melukai. Semua tergantung siapa yang memegangnya.

Manfaat Nyata AI untuk Guru

Lalu, apa sebenarnya yang bisa AI lakukan untuk memudahkan pekerjaan kita sebagai guru? Berikut beberapa contoh:

  1. Membuat RPP dan bahan ajar lebih cepat.
    Bayangkan biasanya butuh 2–3 jam mengetik RPP, dengan AI cukup beberapa menit sudah jadi draft yang tinggal kita perbaiki sesuai kebutuhan.
  2. Membantu membuat soal dan asesmen.
    Guru bisa meminta AI membuat soal pilihan ganda, esai, bahkan lengkap dengan kunci jawaban. Tinggal kita cek dan sesuaikan.
  3. Menjadi “asisten pribadi guru”.
    Misalnya saat butuh ringkasan materi, contoh kasus nyata di industri, atau ide kreatif untuk mengajar. AI bisa jadi teman brainstorming yang tidak pernah lelah.
  4. Tutor tambahan bagi siswa.
    Siswa bisa menggunakan AI untuk bertanya kapan saja. Guru tidak mungkin 24 jam tersedia, tapi AI bisa membantu sebagai pendamping belajar.

Pertanyaan Pemantik: Berani Jawab?

  •         Kalau siswa Anda sudah mahir menggunakan AI, tapi Anda sendiri tidak tahu cara menggunakannya, apakah Anda masih bisa memandu mereka?
  •         Apakah menolak AI akan menghentikan perkembangan teknologi, atau justru membuat kita semakin ketinggalan jauh?
  •         Jika ada alat yang bisa meringankan pekerjaan guru hingga 50%, kenapa kita masih memilih bekerja 100% manual?

AI: Musuh atau Sahabat?

Mari kita jujur: guru tidak akan pernah digantikan AI. Mengapa? Karena AI tidak bisa memahami emosi siswa, tidak bisa menanamkan nilai moral, tidak bisa menepuk pundak anak yang sedang putus asa lalu berkata: “Kamu pasti bisa, Nak.”

Yang bisa melakukan itu hanya guru. Jadi jangan khawatir, AI tidak akan mengambil tempat kita. Tapi kalau kita tidak mau belajar, justru siswa kita yang akan meninggalkan kita.

Penutup: Ubah Paradigma, Ubah Sikap

Sekarang, pilihannya ada di tangan kita. Mau tetap menutup mata dan menganggap AI ancaman? Atau mau membuka diri, belajar, dan menjadikannya sahabat baru dalam mengajar?

Ingat, guru yang hebat bukan guru yang tahu segalanya, tapi guru yang mau terus belajar mengikuti zamannya.

Jadi, mari kita sambut AI bukan sebagai musuh, tapi sebagai mitra. Karena pada akhirnya, AI tidak akan pernah menggantikan guru—tapi guru yang tidak mau belajar AI, bisa saja digantikan oleh guru lain yang lebih adaptif.

👉 Pertanyaan terakhir untuk direnungkan:
Kalau kita bisa memilih, lebih baik jadi guru yang ditakuti AI, atau guru yang mampu memanfaatkan AI untuk menaklukkan masa depan?

Fashion Show Ala 80-an Meriahkan Word Dance Day di SMK Pawiyatan

Surabaya, 09 Mei 2025— Word Dance Day di SMK Pawiyatan dirayakan dengan cara yang unik dan penuh semangat. Dalam perayaan tahun ini, para guru tampil memukau dalam sebuah fashion show bertema era 1980-an, menampilkan busana ikonik yang mencerminkan gaya khas masa itu.

Kegiatan fashion show ini menjadi sorotan utama karena menghadirkan kreativitas dan keberanian dalam berekspresi. Mulai dari rompi, celana cutbray, warna-warna neon mencolok, hingga aksesori besar khas tahun 80-an, seluruh peserta tampil percaya diri dan menghibur. Suasana sekolah pun berubah menjadi panggung nostalgia yang meriah.

Kepala SMK Pawiyatan, Bapak Andi Susanto, SE., MM., memberikan apresiasi atas partisipasi aktif seluruh guru dan siswa. “Fashion show ini bukan hanya ajang hiburan, tapi juga bagian dari pembelajaran karakter. Guru yang berani tampil berbeda memberi contoh nyata kepada siswa untuk percaya diri dan menghargai kreativitas,” ujarnya.

Kegiatan ini juga menjadi media untuk mempererat kebersamaan antarwarga sekolah, menumbuhkan rasa percaya diri, serta mengangkat semangat berkarya dalam suasana yang fun dan positif.

Dengan mengusung tema kostum 80-an dalam Word Dance Day, SMK Pawiyatan berhasil menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sekaligus mendidik. Semoga kegiatan serupa terus berlanjut dan menjadi inspirasi bagi sekolah lainnya.

Mengoptimalkan Pembelajaran di SMK dengan Taxonomi Bloom: Strategi Mencetak Lulusan Berkualitas

Oleh Ahmad Arifin, S.Kom

Abstrak Taxonomi Bloom merupakan kerangka berpikir yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pendekatan ini dapat diimplementasikan untuk mencetak lulusan yang kompeten, siap kerja, dan memiliki daya saing tinggi. Artikel ini membahas bagaimana penerapan Taxonomi Bloom dalam pembelajaran formal di SMK dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu, strategi konkret untuk mengintegrasikan kerangka ini dalam kurikulum SMK juga diulas secara mendalam.

 

Pendahuluan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang terampil dan siap menghadapi dunia kerja. Pembelajaran di SMK harus dirancang sedemikian rupa agar mampu mengasah kemampuan berpikir kritis, keterampilan praktis, serta nilai-nilai moral siswa. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Taxonomi Bloom, kerangka kerja yang mengklasifikasikan tujuan pembelajaran menjadi tiga domain utama: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Taxonomi Bloom, yang diperkenalkan oleh Benjamin Bloom pada 1956 dan direvisi oleh Anderson dan Krathwohl pada 2001, menawarkan pendekatan sistematis untuk merancang tujuan pembelajaran, mengukur hasil belajar, dan mengevaluasi kemampuan siswa secara komprehensif. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi penerapan Taxonomi Bloom dalam pembelajaran formal di SMK serta memberikan panduan praktis bagi pendidik dalam mengoptimalkan proses belajar mengajar.

Domain Taxonomi Bloom dalam Konteks SMK

  1. Domain Kognitif Domain ini berfokus pada kemampuan berpikir dan pengetahuan siswa. Dalam konteks SMK, domain kognitif dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa memahami teori dan konsep yang relevan dengan bidang keahlian mereka. Tingkat domain kognitif meliputi:
    • Mengingat: Menghafal istilah teknis atau prosedur.
    • Memahami: Menjelaskan konsep seperti mekanisme mesin atau proses produksi.
    • Menerapkan: Menggunakan rumus atau teknik dalam proyek nyata.
    • Menganalisis: Memecahkan masalah teknis berdasarkan data yang tersedia.
    • Mengevaluasi: Menilai kualitas produk atau layanan berdasarkan standar tertentu.
    • Mencipta: Merancang prototipe atau solusi inovatif untuk tantangan tertentu.
  2. Domain Afektif Domain afektif menekankan pada sikap, nilai, dan etika. Di SMK, domain ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai profesionalisme, tanggung jawab, dan etika kerja. Contoh implementasi:
    • Mengajarkan siswa untuk menghargai pentingnya keselamatan kerja.
    • Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok.
    • Menginternalisasi sikap disiplin melalui proyek berbasis deadline.
  3. Domain Psikomotorik Domain ini berhubungan dengan keterampilan fisik dan motorik. Pembelajaran di SMK, yang banyak melibatkan praktik, sangat membutuhkan penerapan domain ini. Contohnya meliputi:
    • Mengembangkan keterampilan menggunakan alat atau mesin.
    • Melatih koordinasi tangan dan mata dalam proses manufaktur.
    • Meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam tugas-tugas teknis.

Strategi Penerapan Taxonomi Bloom di SMK

  1. Perencanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum harus disusun dengan mempertimbangkan level dalam Taxonomi Bloom. Setiap mata pelajaran sebaiknya mencakup tujuan pembelajaran yang melibatkan domain kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.
  2. Metode Pembelajaran yang Variatif
    • Proyek Berbasis Pembelajaran (Project-Based Learning): Membantu siswa menerapkan teori ke dalam praktik.
    • Simulasi dan Praktik Kerja: Melatih siswa dalam situasi nyata yang mensimulasikan dunia kerja.
    • Diskusi dan Refleksi: Mengembangkan domain afektif dengan melibatkan siswa dalam diskusi tentang etika kerja dan tanggung jawab profesional.
  3. Evaluasi Hasil Belajar yang Holistik Evaluasi tidak hanya mengukur pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Contohnya:
    • Tes tertulis untuk mengukur domain kognitif.
    • Observasi langsung untuk mengevaluasi keterampilan psikomotorik.
    • Penilaian sikap selama kerja kelompok untuk domain afektif.
  4. Pelatihan Guru Guru perlu diberikan pelatihan untuk memahami dan menerapkan Taxonomi Bloom. Ini mencakup penyusunan tujuan pembelajaran, desain evaluasi, dan strategi pengajaran yang relevan.

Manfaat Penerapan Taxonomi Bloom di SMK

  • Meningkatkan Kompetensi Siswa: Siswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerapkannya dalam konteks nyata.
  • Mempersiapkan Dunia Kerja: Penguasaan keterampilan psikomotorik dan sikap profesional membantu siswa lebih siap menghadapi tuntutan industri.
  • Mendorong Inovasi: Domain mencipta (creating) mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan menghasilkan solusi baru.

Kesimpulan Taxonomi Bloom memberikan panduan yang jelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMK. Dengan mengintegrasikan domain kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses belajar mengajar, siswa dapat berkembang menjadi individu yang kompeten, profesional, dan inovatif. Implementasi strategi ini membutuhkan perencanaan matang, pelatihan guru, dan evaluasi yang holistik untuk memastikan tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Dengan demikian, penerapan Taxonomi Bloom di SMK merupakan langkah strategis untuk mencetak lulusan berkualitas yang siap bersaing di dunia kerja.

Referensi

  • Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.
  • Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals.
  • Kemendikbud. (2020). Kurikulum SMK Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Transformasi SMK Pawiyatan Surabaya Menjadi Sumber Pembelajaran Melalui YouTube

Transformasi SMK Pawiyatan Surabaya Menjadi Sumber Pembelajaran Melalui YouTube

Oleh : Ahmad Arifin, S.Kom

Di tengah laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, SMK Pawiyatan Surabaya memperkuat komitmennya untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dengan memanfaatkan platform digital. Melalui kehadiran YouTube Channelnya, sekolah ini telah mengubah paradigma pembelajaran dengan memperluas ruang kelas ke dalam dunia maya.

Setiap hari, ribuan siswa dari berbagai penjuru Indonesia dan bahkan mancanegara memasuki portal pembelajaran yang dinamis ini. YouTube Channel SMK Pawiyatan Surabaya bukan sekadar kumpulan video, tetapi merupakan kurasi teliti dari materi-materi pelajaran yang dirancang untuk menarik perhatian, memudahkan pemahaman, dan memperkaya pengetahuan siswa.

Dari materi pelajaran inti seperti Matematika, Fisika, dan Bahasa Inggris hingga keahlian praktis seperti Teknik Pemrograman Komputer, Desain Grafis, Fotografi dan Videografi, YouTube Channel ini menyediakan beragam konten yang berkualitas. Video-video tutorial yang disajikan tidak hanya berfokus pada konsep-konsep teoritis, tetapi juga menyajikan aplikasi praktis di dunia nyata, sehingga siswa dapat mengaitkan pelajaran dengan pengalaman langsung.

Tidak hanya pelajaran seperti di atas, moment Ramadhan Youtube Channel ini juga dimanfaatkan sebagai sarana kegiatan positif. Selama bulan suci Ramadhan, melalui siswa-siswi dari eskul Broadcast SMK Pawiyatan Surabaya secara aktif mengadakan kegiatan tauziah yang penuh semangat dan kebersamaan. Dalam suasana yang penuh berkah ini, mereka berkumpul untuk saling berbagi pengetahuan agama, memperkuat keimanan, dan meningkatkan kedekatan dengan Allah SWT. Melalui upaya ini, siswa-siswa SMK Pawiyatan Surabaya membentuk ikatan yang kuat dalam memperkokoh spiritualitas mereka dan menebarkan pesan-pesan positif kepada masyarakat pada umumnya dan warga sekolah pada khususnya.

Youtube Channel SMK Pawiyatan Surabaya, selama ini lebih banyak diproduksi oleh eskul Broadcasting dan Unit Produksi SMK Pawiyatan Surabaya yang dibina oleh Bapak Bunggi Rivan A, S.Kom.

Dengan terus mengembangkan konten-konten baru, berkolaborasi dengan pihak terkait, dan merespons kebutuhan serta masukan dari para pengguna, YouTube Channel SMK Pawiyatan Surabaya tetap menjadi salah satu pilar utama dalam transformasi pendidikan di era digital ini. Dengan semangat inovasi dan dedikasi yang tinggi, sekolah ini terus membuka pintu menuju masa depan yang cerah bagi generasi penerus bangsa.

Merangkul Makna Sejati Puasa Ramadan di Era Kemudahan Teknologi

Merangkul Makna Sejati Puasa Ramadan di Era Kemudahan Teknologi

Oleh Ahmad Arifin, S.Kom

Di era kemajuan teknologi saat ini, kita telah dimanjakan dengan berbagai kemudahan dan kenyamanan. Teknologi memperkenalkan gaya hidup yang praktis dan serba mudah, di mana hampir semua kebutuhan kita dapat dipenuhi hanya dengan beberapa klik atau ketukan layar. Namun, di balik kemudahan tersebut, esensi puasa Ramadan mengajarkan kita untuk memahami nilai-nilai yang lebih dalam dan melepas kecenderungan untuk “mager” (malas gerak) serta ketergantungan pada kenyamanan instan.

Esensi Puasa Ramadan di Era Teknologi:

  1. Pengendalian Diri:

Puasa Ramadan adalah tentang mengendalikan nafsu dan keinginan, baik itu dalam hal makanan, minuman, maupun perilaku lainnya. Di era di mana segala sesuatu dapat diakses dengan mudah, puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dari keinginan yang berlebihan dan instan. Ini mengingatkan kita bahwa kemapanan dan kenyamanan tidak selalu merupakan hal yang terbaik untuk pertumbuhan spiritual dan pribadi.

  1. Kesadaran Sosial:

Puasa Ramadan memperkuat rasa empati dan solidaritas sosial. Meskipun kita dapat dengan mudah memesan makanan favorit kita melalui aplikasi online, puasa mengajarkan kita untuk memperhatikan dan berempati pada mereka yang kurang beruntung dan membutuhkan bantuan. Ini memberi kita kesempatan untuk berbagi rezeki dengan orang lain dan merasakan kebahagiaan yang sebenarnya dari memberi.

  1. Kesehatan dan Kualitas Hidup:

Meskipun teknologi memudahkan kita dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, puasa Ramadan juga mengajarkan pentingnya pola hidup sehat dan disiplin. Dengan menahan diri dari makanan dan minuman selama berpuasa, tubuh kita membersihkan diri dan mengalami proses detoksifikasi yang baik untuk kesehatan. Ini memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kenyamanan dan kesehatan.

Penutup:

Puasa Ramadan adalah momen penting dalam tahun bagi umat Muslim di mana kita dapat merefleksikan nilai-nilai spiritual, sosial, dan kesehatan. Di era kemajuan teknologi yang memanjakan manusia dengan segala kenyamanan, penting bagi kita untuk tidak melupakan esensi dari puasa ini. Dengan menghayati makna sejati puasa Ramadan, kita dapat menemukan keseimbangan antara kemudahan teknologi dan nilai-nilai yang lebih dalam dalam kehidupan kita.

Relevansi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Kejuruan dengan Kebutuhan Dunia Kerja

Oleh : Ahmad Arifin, S.Kom

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan kerja, yang bertujuan untuk; menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian professional, meningkatkan dan memperkokoh link and match antara lembaga pendidikan-pelatihan kejuruan dan dunia kerja, meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional, dan memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.Pendidikan Sistem Ganda (PSG) memiliki relevansi yang signifikan pada sekolah kejuruan dengan kebutuhan dunia kerja. Sistem ini mengintegrasikan pendidikan di sekolah dengan pengalaman langsung di dunia kerja, menciptakan hubungan yang erat antara teori dan praktik. Berikut adalah beberapa relevansi PSG pada sekolah kejuruan dengan kebutuhan dunia kerja:

  1. Pengembangan Keterampilan Praktis:

PSG memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan praktis secara langsung di lingkungan kerja sehari-hari. Mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di sekolah ke situasi nyata, meningkatkan kesiapan mereka untuk menghadapi tantangan di dunia kerja.

  1. Penyesuaian dengan Kebutuhan Industri:

Dengan melibatkan dunia kerja dalam proses pendidikan, PSG dapat membantu sekolah kejuruan lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan industri. Hal ini dapat mencakup pembaruan kurikulum, sinkronisasi kurikulum, pelatihan, dan integrasi teknologi terkini yang relevan dengan pasar kerja.

  1. Peningkatan Kesempatan Kerja:

Siswa yang telah mengikuti pendidikan sistem ganda (PSG) memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Mereka tidak hanya memiliki pemahaman teoritis tetapi juga pengalaman praktis yang diakui oleh pengusaha, meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.

  1. Pembentukan Koneksi Industri:

Melibatkan perusahaan dan industri dalam proses pendidikan menciptakan hubungan erat antara sekolah kejuruan dan dunia kerja. Ini dapat membuka pintu bagi kolaborasi yang lebih besar, seperti program guru magang, pelatihan guru, dan penelitian bersama antara sekolah dan perusahaan.

  1. Pengembangan Soft Skills:

Selain keterampilan teknis, PSG juga membantu siswa mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kerjasama tim, dan pemecahan masalah. Ini sangat berharga di dunia kerja, di mana kemampuan interpersonal dan kepemimpinan juga menjadi faktor penting.

  1. Pemahaman Mendalam tentang Profesi:

PSG memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apa yang diharapkan dalam suatu profesi. Siswa dapat memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang lingkungan kerja, tanggung jawab pekerjaan, dan perkembangan karir yang dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik tentang jalur karir yang akan diambil.

  1. Respons Terhadap Perubahan Pasar Kerja:

Dengan integrasi PSG, sekolah kejuruan dapat dengan cepat merespons perubahan dalam kebutuhan pasar kerja. Ini memungkinkan adaptasi yang lebih fleksibel terhadap perkembangan ekonomi, teknologi, dan industri.

Pendidikan Sistem Ganda, dengan fokus pada integrasi antara pendidikan formal dan pengalaman kerja, memberikan landasan yang kokoh bagi siswa sekolah kejuruan untuk sukses di dunia kerja yang terus berubah.

Praktik Nikah Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Pawiyatan Surabaya

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran wajib yang harus diberikan disemua jenjang, mulai dari SD-SMK bahkan di perguruan tinggi juga ada mata kuliah pendidikan agama islam. Di sekolah, biasanya siswa tak hanya mendapatkan materi teori saja melainkan juga praktik pembelajaran. Hal ini dengan tujuan agar siswa dapat mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari di sekolah nantinya. Salah satu materi pelajaran PAI yang memiliki praktik adalah materi akad nikah. Tujuan diberikan materi ini agar siswa mengetahui aturan-aturan perihal pernikahan yang sah secara agama dan negara.

Continue reading