Mengapa TikTok Lebih Menarik daripada Pelajaran di Kelas? Refleksi untuk Guru dan Kurikulum oleh Ahmad Arifin, S.Kom
Dalam beberapa tahun terakhir, tantangan terbesar dunia pendidikan bukan semata-mata terkait dengan penguasaan materi, melainkan bagaimana memastikan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa dapat berlangsung efektif. Para siswa yang kini didominasi oleh Generasi Z memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh di tengah gempuran teknologi digital, di mana informasi hadir begitu cepat, visual, interaktif, dan instan. Hal ini berimplikasi langsung pada cara mereka mempersepsi pembelajaran di sekolah.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran konvensional. Ketika materi disampaikan secara linear, monoton, dan minim interaksi, siswa cenderung mudah kehilangan fokus. Perhatian mereka lebih mudah dialihkan ke platform hiburan digital seperti TikTok, yang mampu menyita waktu dan energi mereka dengan daya tarik luar biasa. Pertanyaannya, apakah TikTok hanya sekadar hiburan, atau justru menyimpan “rahasia” pedagogis yang bisa diadaptasi ke ruang kelas?
Rahasia Daya Tarik TikTok
TikTok berhasil merebut perhatian generasi muda bukan tanpa alasan. Ada beberapa elemen penting yang bisa diidentifikasi, antara lain:
- Durasi singkat namun padat makna – konten TikTok umumnya berdurasi pendek, tetapi dikemas padat, jelas, dan langsung pada inti pesan.
- Visual yang kuat dan menarik – penggunaan musik, warna, teks, dan efek visual membangkitkan rasa penasaran sekaligus menjaga konsentrasi.
- Interaktivitas dan partisipasi – pengguna tidak hanya menonton, tetapi juga dapat meniru, berkreasi ulang, dan berkomentar.
- Algoritma personalisasi – TikTok menghadirkan konten sesuai minat pengguna, sehingga setiap individu merasa “ditemani” dengan tayangan yang relevan.
Jika ditarik dalam konteks pembelajaran, rahasia TikTok ini menegaskan bahwa generasi saat ini merespons lebih baik pada pembelajaran yang singkat, padat, visual, interaktif, dan relevan dengan kehidupan mereka.
Pembelajaran ala TikTok: Sebuah Inspirasi Metode
Pertanyaan berikutnya, mungkinkah guru menghadirkan “pembelajaran ala TikTok” di kelas? Bukan berarti guru harus menjadi content creator, melainkan mengambil prinsip di balik kesuksesan platform tersebut.
- Segmentasi materi menjadi micro-learning: Materi pelajaran dibagi ke dalam potongan kecil yang singkat, mudah dipahami, dan langsung bermakna.
- Pemanfaatan media visual: Infografis, video pendek, animasi, maupun simulasi lebih mudah menarik perhatian siswa dibandingkan teks panjang.
- Membangun interaktivitas: Guru memberi ruang bagi siswa untuk berkreasi, berdiskusi, atau bahkan membuat ulang materi dengan gaya mereka sendiri.
- Relevansi dengan dunia nyata: Siswa akan lebih termotivasi jika materi pembelajaran dikaitkan langsung dengan pengalaman dan masalah sehari-hari mereka.
Dengan demikian, pembelajaran dapat menghadirkan atmosfer yang lebih adaptif, menarik, dan menyenangkan, tanpa kehilangan esensi akademiknya.
Perlukah Modifikasi Kurikulum?
Pertanyaan yang patut direnungkan bersama adalah apakah perubahan metode saja cukup, ataukah memang perlu ada modifikasi dan pengembangan kurikulum dari pemerintah. Kurikulum pada dasarnya adalah pedoman, namun fleksibilitas implementasi menjadi kunci. Generasi Z menuntut kurikulum yang adaptif terhadap teknologi, kontekstual dengan kehidupan nyata, serta memfasilitasi pembelajaran kreatif dan kolaboratif.
Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan kembali agar kurikulum tidak hanya menekankan pencapaian akademik, melainkan juga aspek literasi digital, kreativitas, serta keterampilan sosial-emosional yang lebih relevan dengan zaman.
Penutup
Fenomena siswa yang lebih tertarik pada TikTok dibandingkan pelajaran di kelas bukan sekadar persoalan kedisiplinan atau kurangnya motivasi belajar. Ada dimensi yang lebih dalam, yakni perubahan cara generasi ini berinteraksi dengan informasi. TikTok mengajarkan kita bahwa informasi yang singkat, visual, interaktif, dan relevan mampu mengikat perhatian dengan kuat.
Maka, pertanyaan yang seharusnya direnungkan para guru adalah: sudahkah metode pembelajaran kita cukup relevan dengan karakter generasi yang kita hadapi? Jika belum, inilah momentum untuk melakukan refleksi, inovasi, dan bahkan advokasi perubahan kurikulum agar pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membangun keterhubungan yang bermakna dengan dunia siswa.
 
								 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	 
	

 Merangkul Makna Sejati Puasa Ramadan di Era Kemudahan Teknologi
Merangkul Makna Sejati Puasa Ramadan di Era Kemudahan Teknologi